Bismillahirrahmanirrahim.  Tepat hari Senin, tgl 29 Juli 2019. Bapak, bersiap diri untuk menjalani operasi. Terhitung sudah akan ke empat kalinya ini.
Pertama, sejak jatuh 10 tahun yang lalu, yang harus menunggu 11 bulan di ranjang. Tidak bisa berbaring, tidak bisa bergerak. Untuk buang air kecil disediakan botol aqua, untuk buang air besar. Terpaksa, sebagai anak laki2 sendiri, harus mengorbankan salah satu kursi kayu kami, untuk menjadi WC portable. Dibawahnya diberi tempat timba, yang pada akhirnya, semuanya emak yang memberesi. Waktu itu, saya belum menikah. Masih lajang, masih menjadi pembina pondok.
Setelah mendapatkan informasi dari Jakarta, teman Bapak. Spy dibawa ke Bunder. Rumah Sakit Ibnu Sina. Setelah ditanyak, apakah punya kartu JAMKESMAS, saya jawab Ya. Maka mulai saat itu, saya harus muter-muter, untuk mendapatkan syarat2 yang harus dipenuhi, mulai dari keterangan dari puskesmas, sampai fotocopy, banyak berkas.
Alhamdulilah, layanan di rumah sakit itu, sangat ramah, tidak seperti bayangan orang sebelumnya, di Rumah Sakit Daerah Lamongan yang harus menunggu, berkali-kali, karena harus mendahulukan yang premium, bayar mandiri. Itu dulu 10 tahun lalu.
Mulai saat itu, kenal dokter peter, spesialis orthopedi, kenal dokter Wiwik, istri temannya Bapak. Kenal Pak Didik, yang setiap kali Bapak berangkat ke Rumah Sakit, selalu dijemput dari Gresik, diantarkan pulang, dan kembali lagi pulang ke rumahnya sendiri, Gresik.
Allah benar-benar menolong hamba-Nya, yang minta tolong. "Saya hanya minya sembuh," ujar Bapak sewaktu saya tanyak, kok bisa operasi, duit dari mana.
Allah memberikan jalan keluar, yang siapapun tidak bisa menyangkanya.
Praktis, ketika di RS. Ibnu Sina, tidak mengeluarkan baiaya berapapun. Biaya Rumah Sakit Gratis. Biaya transportasi ada yang mengantarkan, biaya hidup di sana, diberi uang bu wiwik 500rb. Untuk hidup satu minggu. Aku dan emak yang jaga, bersama nyamuk2 Rumah Sakit, yang tak bisa membedakan siapanyang sehat dan sakit, semuanya digigit.