Tepat, hari Sabtu, 3 Mei 2018. Belia membuktikan keahliannya dalam pertukangan. Dilihat dari raut wajahnya. Ada kepuasan batin. Selama ini, yang beliau bangun adalah tembok rumah orang lain, baru kali ini, membangun tembok rumah sendiri. Meski dengan metode nyicil, sedikit demi sedikit.
Ketika sehat, tak mampu membangun rumah sendiri. Justru ketika tidak sempurna, sakit. Malah bisa membangun tembok sendiri. Aneh. Tapi memang itulah kenyataannya.
Sedikit demi sediit, adukan pasir dan semen, beliau tempelkan dalam susunan batu bata. Sedikit demi sedikit. Beliau ratakan susunananya. Dalam gerakannya sepertinya sangat menikmatinya. Dia telah lama meninggalkan dunia pertukangan, saatnya bernostalgia. Menguji kembali kemampuan yang telah lama ditinggalkan. Apakah masih ada keahlian semacam itu. Beliau munculkan kembali, beliau praktekkan dan hasilnya memang luar biasa. Dia menjadi tukang lagi, tukang sejati, di tahun 2018.
Kalau dia tukangnya. Pertanyaannya, terus siapa yang menjadi kulinya? Istri. Wanita kuat dari Kabupaten Tuban. Tak ubahnya seorang laki-laki yang berotot, mampu mengaduk dan mengangkat adonan semen dan pasir itu. Melayani kebutuhan tukang.
Ketika saya melihatnya, tak tega pula untuk memandangnya. Sebenarnya saya mau membantu, tapi ada daya. Saya masih kerja di kantor, masih banyak pekerjaan pondok yang belum diselesaikan. Akhirnya sepulang sekolah baru bisa membantu, lumayan, meski sedikit, bisa meringangkan beban istri.
Dia tunjukkan tangannya, ada goresan luka. Tangan ngapal, megang pacul, dan angkat timba cor. Saya terharu dan menyesal melihatnya. Kenapa membiarkannya terjadi seperti itu. Pada akhirnya tembok ini, menjadi bersejarah karena jasa istri.
Terima kasih cinta. I love u.
Tetap dipakai ngaji emak |
tangan istri terluka |
tembok belum jadi, dilanjutkan besok. terpaksa untuk semalam, dalam kondisi bolong, semoga tidak ada maling yang loncat tembok. kalau ada kebangeten malingnya. Maling tak tahu diri |
Posting Komentar
Posting Komentar
komentar yang baik, akan kami terima dengan baik pula